KEGELAPAN DAN GELOMBANG DI DASAR LAUTAN
"Atau seperti gelap gulita di
lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di
atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang
tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun." (Al Qur'an, 24:40)
Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam
dijumpai pada kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak
dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya sama
sekali. (Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans,
London, Mitchell Beazley Publishers, s. 27)
Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum
lautan tersebut, ciri-ciri makhluk hidup yang ada di dalamnya, kadar garamnya,
serta jumlah air, luas permukaan dan kedalamannya. Kapal selam dan perangkat
khusus yang dikembangkan menggunakan teknologi modern, memungkinkan para
ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di
bawah 40 meter tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup
di bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter.
Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan
informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Namun, pernyataan "gelap
gulita di lautan yang dalam" digunakan dalam surat An Nuur 1400 tahun
lalu. Ini sudah pasti salah satu keajaiban Al Qur’an, sebab infomasi ini
dinyatakan di saat belum ada perangkat yang memungkinkan manusia untuk menyelam
di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An
Nuur "Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam,
yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi)
awan…" mengarahkan perhatian kita pada satu keajaiban Al Qur’an
yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan
gelombang di dasar lautan, yang "terjadi pada pertemuan antara
lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang
berbeda." Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah
perairan di kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini air
laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air di atasnya.
Gelombang internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan. Gelombang ini
dapat pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang internal tidak
dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya dapat dikenali dengan
mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6.
edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan dalam Al Qur'an benar-benar
bersesuaian dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya penelitian, seseorang hanya
mampu melihat gelombang di permukaan laut. Mustahil seseorang mampu mengamati
keberadaan gelombang internal di dasar laut. Akan tetapi, dalam surat An Nuur,
Allah mengarahkan perhatian kita pada jenis gelombang yang terdapat di
kedalaman samudra. Sungguh, fakta yang baru saja diketemukan para ilmuwan ini
memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah.
KADAR HUJAN
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an
mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal
ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
"Dan Yang menurunkan air dari
langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri
yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)." (Al
Qur'an, 43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah
ditemukan melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16
juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per
tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi dalam
satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu siklus yang
seimbang menurut "ukuran atau kadar" tertentu. Kehidupan di bumi
bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan semua
teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti
ini.
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah
ini akan segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri
kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa
turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam
Al Qur’an.
PEMBENTUKAN HUJAN
Proses
terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu
yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap
pembentukan hujan..
Pembentukan
hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik
ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap
ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang
memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah
Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal;
lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu
turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi
gembira" (Al Qur'an, 30:48)
Kini,
mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP
KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan
angin..."
Gelembung-gelembung
udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan,
pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju
langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin
dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol,
membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi
dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut
"perangkap air".
TAHAP
KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan
dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan
terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau
partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil
(dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara
dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP
KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan
keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel
air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu
mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih
berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai
hujan.
Semua
tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain
itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana
fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan
penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan
fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh
ilmu pengetahuan.
Dalam
sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
"Tidaklah
kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an,
24:43)
Para
ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan
berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang
mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula.
Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai
berikut:
TAHAP
- 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan
dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP
- 2, Pembentukan awan yang lebih besar:
Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung
dan membentuk awan yang lebih besar.TAHAP - 3, Pembentukan awan yang
bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung
membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di
dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah
dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan
tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling
bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan
besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih
dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin
membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi
mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan
jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J.
Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269;
Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s.
141-142)
Kita
harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui
proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya,
dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit,
komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi
yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
PERGERAKAN GUNUNG
Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa
gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka
terus-menerus bergerak.
"Dan kamu lihat gunung-gunung
itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya
awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Qur'an,
27:88)
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan
kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas
lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya
dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa
benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun
kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka
bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan
Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana
pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915,
sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi
awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di
kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah
menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah
satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika,
Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang
terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun
setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan
yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya
Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa
sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan
luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah
penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan
peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan
ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan.
Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang
disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi,
membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan
berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut
terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara
perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih
lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe;
General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di
sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung
sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga
menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung
dari benua" untuk gerakan ini. (National Geographic
Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu
kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh
para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
sumber keajaibanalquran.com
0 komentar:
Posting Komentar