![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJy58ER8gnsavrnbDRk2POij2QU_7ul-qsXxCPOD1tei7Gu46B2KJjqZjj_GNElljHaOMdg2XLlmavLcUwrLNc3o6MYDgwagdb0j_BNOUphuxxdqt1i2EagoIuir40dqbnl1olzWM6nTM/s1600/large.jpg)
Menggambar (Tashwir)
Tashwir adalah menggambar bentuk (shurah)
sesuatu. Di antara tashwir adalah membuat patung-patung. Dan tercakup
di dalamnya juga pahatan. Gambar atau patung dinamakan shurah. Jamaknya
shuwar. Di dalam bahasa disebut juga tashawir. Tercakup di dalamnya
tamatsil (patung-patung). Di dalam bahasa dikatakan tashawir adalah
tamatsil.
Menggambar yang dilarang
Syara’ telah mengharamkan menggambar
sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh, seperti manusia, binatang dan
burung. Sama saja, apakah gambar tersebut pada kertas, kulit, pakaian,
perkakas, perhiasan, uang, atau lainnya. Semuanya adalah haram. Karena,
sekedar menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh adalah haram,
pada barang apa pun gambar ini dibuat. Sedangkan menggambar sesuatu yang
di dalamnya tidak terdapat ruh, maka itu boleh, tidak ada larangan di
dalamnya. Syara’ telah menghalalkan menggambar pohon, gunung, bunga, dan
lainnya yang di dalamnya tidak terdapat ruh.
Pengharaman menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh tetap dengan nash-nash syar’i.
- Bukhari mengeluarkan dari hadits Ibnu Abbas, dia berkata: “Ketika Nabi saw. melihat gambar-gambar yang ada di dalam Rumah (Ka’bah), beliau tidak masuk sampai memerintahkan untuk menghapusnya.”
- Diriwayatkan dari Aisyah bahwa dia memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Lalu Rasulullah saw. masuk dan melepasnya. Aisyah berkata: “Lalu aku memotongnya menjadi dua bantal. Dan beliau dulu bersandar pada keduanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
- Dalam lafadz Ahmad: “Lalu aku melepasnya dan memotongnya menjadi dua sandaran (bantal). Sungguh aku telah melihat beliau bersandar pada salah satu dari keduanya, sedang padanya terdapat gambar.”
- Muslim dan Bukhari mengeluarkan dari hadits Aisyah, dia berkata: “Rasulullah saw. memasuki ruanganku sedang aku telah menutup sebuah sahwah (semacam rak) milikku dengan qiram yang padanya terdapat gambar-gambar. Ketika beliau melihatnya, beliau melepaskannya, sedang wajah beliau telah berwarna (marah). Beliau berkata: “Wahai Aisyah, manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah.” Qiram adalah tabir tipis yang padanya terdapat warna-warna, atau tabir yang padanya terdapat garis-garis atau lukisan.
- Dalam hadits Muslim, diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: “Rasulullah tiba dari perjalanan, sedang aku telah menutup pintuku dengan durnuk yang padanya terdapat kuda yang memiliki sayap. Maka beliau menyuruhku untuk melepasnya.” Durnuk adalah sejenis kain.
- Bukhari mengeluarkan dari hadits Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa menggambar sebuah gambar, maka Allah akan mengazabnya dengan gambar tersebut pada hari kiamat, sampai dia meniupkan (ruh) padanya, pahahal dia tidak dapat meniupkan (ruh).”
- Dia juga mengeluarkan melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan.”
- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki mendatanginya lalu berkata: “Sesungguhnya aku telah menggambar gambar-gambar ini dan membuat gambar-gambar ini. Maka berilah fatwa padaku tentangnya.” Ibnu Abbas berkata: “Mendekatlah padaku.” Lalu dia mendekat pada Ibnu Abbas, sampai Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki tersebut. Ibnu Abbas berkata: “Aku beritahukan kepadamu tentang apa yang aku dengar dari Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Setiap penggambar ada di dalam neraka. Kepada setiap gambar yang digambarnya diberikan jiwa. Gambar tersebut menyiksanya di jahanam. Maka, jika kamu harus menggambar, gambarlah pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.’”
- Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jibril as. mendatangiku lalu berkata: “Sesungguhnya aku telah mendatangimu tadi malam. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk memasuki rumah yang kamu ada di dalamnya kecuali bahwa di dalam rumah tersebut terdapat patung seorang laki-laki, di dalam rumah tersebut terdapat qiram berupa tabir yang padanya terdapat gambar-gambar, dan di dalam rumah tersebut terdapat anjing. Maka perintahkanlah agar kepala patung tersebut dipotong dan dibuat seperti bentuk pohon, perintahkanlah agar tabir tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak, dan perintahkanlah agar anjing tersebut dikeluarkan.” Lalu Rasulullah saw. melakukan itu. Dan qiram adalah tabir tipis dari wool yang memiliki warna.
10. Bukhari meriwayatkan melalui Abu Juhaifah, bahwa dia membeli seorang budak ahli bekam, lalu dia berkata: “Sesungguhnya
Nabi saw. melarang harga darah, harga anjing, dan pendapatan pelacur.
Dan beliau melaknat pemakan riba dan orang yang mewakilkannya, pembuat
tatto dan orang yang minta dibuatkan, serta penggambar.”
Hadits-hadits ini secara keseluruhan
memuat perintah untuk meninggalkan menggambar dengan perintah yang
tegas. Ini adalah dalil bahwa menggambar adalah haram. Dan ini umum,
mencakup semua gambar. Sama saja, gambar yang memiliki bayangan atau
tidak memiliki bayangan. Dan sama saja, gambar sempurna atau separuh.
Tidak ada perbedaan dalam pengharaman menggambar antara gambar yang
memiliki bayangan dan gambar yang tidak memiliki bayangan, serta antara
gambar sempurna yang mungkin hidup dan gambar separuh yang tidak mungkin
hidup. Semuanya haram, berdasarkan keumuman hadits-hadits di atas.
Juga, karena hadits Ibnu Abbas tentang Rumah menunjukkan bahwa
gambar-gambar yang ada di Ka’bah adalah yang dilukis dan tidak memiliki
bayangan. Karena, Rasul tidak memasukinya sampai gambar-gambar tersebut
dihapus. Dan hadits Aisyah menunjukkan bahwa tabir tersebut padanya
terdapat gambar yang tidak memiliki bayangan.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. mengirim Ali dalam sebuah sariyyah. Beliau berkata kepadanya:
“Janganlah kamu meninggalkan sebuah patung kecuali kamu hancurkan,
tidak pula sebuah gambar kecuali kamu hapus, dan tidak pula sebuah
kuburan yang dimuliakan kecuali kamu ratakan dengan tanah.”
Di sini beliau menyebutkan kedua jenis:
yang memiliki bayangan yaitu patung, dan yang tidak memiliki bayangan
yaitu gambar yang dihapus. Jadi, pembedaan antara yang memiliki bayangan
dan yang tidak memiliki bayangan tidak benar dan tidak memiliki dasar.
Juga, karena keberadaan gambar tersebut bisa hidup atau tidak bisa hidup
bukanlah ‘illah pengharaman. Dan tidak ada dalil yang mengecualikan itu
dari pengharaman.
Menggambar yang diperbolehkan
Sedangkan bolehnya menggambar sesuatu yang tidak terdapat ruh di dalamnya, berupa pohon, gunung, dan lainnya,
itu disebabkan karena pengharaman dalam hadits-hadits yang mengharamkan
menggambar dibatasi dengan gambar yang di dalamnya terdapat ruh. Ini
adalah batasan (qaid) yang diakui dan memiliki mafhum yang diterapkan.
Dan mafhumnya adalah bahwa gambar yang di dalamnya tidak terdapat ruh
tidak haram. Benar bahwa sebagian hadits berbentuk muthlaq (tanpa
batasan). Tapi sebagian yang lain berbentuk muqayyad (memiliki batasan).
Dan kaedah Ushul menyatakan bahwa yang muthlaq disamakan dengan yang
muqayyad. Sehingga, pengharaman hanya berlaku pada gambar yang di
dalamnya terdapat ruh, yaitu manusia, binatang dan burung. Sedangkan
selain itu, tidak haram menggambarnya, tapi boleh.
Di samping itu, pembolehan menggambar
sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat ruh, berupa pohon dan lainnya,
telah disebutkan dengan jelas dalam hadits-hadits tersebut. Dalam hadits
Abu Hurairah: “Maka perintahkanlah agar kepala patung tersebut dipotong dan dibuat seperti bentuk pohon.” Ini berarti bahwa patung pohon tidak apa-apa. Dan dalam hadits Ibnu Abbas: “Maka, jika kamu harus menggambar, gambarlah pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.”
Hadits-hadits yang mengharamkan
menggambar tidak memiliki ‘illah. Tidak terdapat penjelasan ‘illah
menggambar dengan illah apa pun. Karena itu, janganlah mencari ‘illah
untuknya. Sedangkan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar berupa
perkataan Rasul: “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan”, apa yang terdapat dalam hadits Ibnu Abbas: “sampai dia meniupkan (ruh) padanya, pahahal dia tidak dapat meniupkan (ruh)”, dan apa yang terdapat hadits Aisyah tentang gambar: “manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah”;
semua itu tidak disebutkan sebagai penjelasan ‘illah. Lafa dz-lafadz
dan kalimat-kalimat yang ada dalam hadits-hadits ini darinya tidak dapat
dipahami ‘illah. Segala yang terjadi hanyalah bahwa Rasul menyerupakan
menggambar dengan penciptaan, dan para penggambar dengan Sang Pencipta.
Dan penyerupaan (tasybih) bukanlah penjelasan ‘illah dan tidak bisa
menjadi ‘illah. Karena, penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain
tidak menjadikan sesuatu yang diserupai (musyabbah bih) sebagai ‘illah
bagi sesuatu yang diserupakan (musyabbah). Dia hanya menjadi penjelasan
baginya. Dan penjelasan bagi sesuatu bukanlah ‘illah baginya.
Apakah ada Illatnya?
Dengan demikian, tidak dapat dikatakan
bahwa menggambar haram karena di dalamnya terdapat perbuatan menyamai
penciptaan Allah. Karena, Allah Ta’ala menciptakan manusia, binatang dan
burung, serta menciptakan pohon, gunung dan bunga-bunga. Dengan
demikian, ‘illah ini terdapat juga dalam pohon, gunung, bunga-bunga dan
lainnya. Karena, semuanya adalah ciptaan Allah juga. Sehingga,
menggambarnya haram, karena adanya ‘illah di dalamnya. Dan ‘illah
berputar bersama hukum, dari segi ada dan tidaknya. Padahal, nash-nash
menyebutkan pembolehan menggambar pohon dan semua yang di dalamnya tidak
terdapat ruh. Dengan demikian, menggambar manusia dan binatang haram
berdasarkan nash-nash yang mengharamkannya, bukan karena adanya ‘illah
tertentu. Dan menggambar pohon, gunung dan semua yang di dalamnya tidak
terdapat ruh boleh, tidak ada larangan tentangnya, berdasarkan nash-nash
yang membolehkannya.
Hukum Fotografi
Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa
semua persoalan gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah
gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, seperti yang telah kami
sebutkan di atas.
Adapun masalah gambar yang diambil dengan
menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama
fotografi, maka ini adalah masalah baru yang belum pernah terjadi di
zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh karena itu apakah
hal ini dapat dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah
melukis dan pelukisnya seperti tersebut di atas?
Orang-orang yang berpendirian, bahwa
haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi
mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi
bagi orang yang berpendapat lain, apakah foto semacam ini dapat
dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau
apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis
masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis lantaran menandingi ciptaan
Allah –tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? Sedang menurut
ahli-ahli usul-fiqih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun
(ma’lulnya) tidak ada.
Jelasnya persoalan ini adalah seperti apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: “Bahwa
fotografi itu adalah merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat
yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini
sedikitpun tidak ada larangannya.”
Karena larangan menggambar, yaitu
mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang
bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini
tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel).”
Sekalipun ada sementara orang yang ketat
sekali dalam persoalan gambar dengan segala macam bentuknya, dan
menganggap makruh sampai pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang
tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan memberikan rukhshah terhadap
hal-hal yang bersifat darurat karena sangat dibutuhkannya, atau karena
suatu maslahat yang mengharuskan, misalnya kartu pendliduk, paspor,
foto-foto yang dipakai alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada
tanda-tanda pengagungan. atau hal yang bersifat merusak aqidah. Foto
dalam persoalan ini lebih dibutuhkan daripada melukis dalam
pakaian-pakaian yang oleh Rasulullah sendiri sudah dikecualikannya.
Subjek Gambar
Yang sudah pasti, bahwa subjek gambar
mempunyai pengaruh soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang
subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama,
semua orang Islam mengharamkannya.
Oleh karena itu gambar-gambar perempuan
telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas
wanita dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam
tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan
kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah,
surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi
tentang haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang
memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di
dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan
gambar-gambar tersebut.
Termasuk yang sama dengan ini ialah
gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh
orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari
keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar
pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Allah
dengan sapi, api atau lainnya, misalnya orang-orang Yahudi, Nasrani
yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam
tetapi tidak mau berhukum dengan hukum Allah; atau orang-orang yang
gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat seperti
bintang-bintang film dan biduan-biduan.
Termasuk haram juga ialah
gambar-gambar yang dapat dinilai sebagai menyekutukan Allah atau
lambang-lambang sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh
Islam, gambar berhala, salib dan sebagainya.
Barangkali seperai dan bantal-bantal di
zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh karena itu
dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di
rumahnya, kecuali dipatahkan.
Ibnu Abbas meriwayatkan:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.
w. pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat palung-patung di dalam
Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia menyuruh, kemudian
dihancurkan.” (Riwayat Bukhari).
Tidak diragukan lagi, bahwa patung-patung
yang dimaksud adalah patung yang dapat dinilai sebagai berhala
orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di zaman-zaman
dahulu.
Ali bin Abu Talib juga berkata:
“Rasulullah s.a.w. dalam (melawat) suatu
jenazah ia bersabda: Siapakah di kalangan kamu yang akan pergi ke
Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala kecuali harus kamu
hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang bercungkup) melainkan
harus kamu ratakan dia, dan jangan ada satupun gambar kecuali harus kamu
hapus dia? Kemudian ada seorang laki-laki berkata: Saya! Ya,
Rasulullah! Lantas ia memanggil penduduk Madinah, dan pergilah si
laki-laki tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata: Saya tidak akan
membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia, dan tidak akan
ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya ratakan dia dan tidak
ada satupun gambar kecuali saya hapus dia. Kemudian Rasulullah
bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari yang tersebut maka
sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad
s.a.w.” (Riwayat Ahmad; dan berkata Munziri: Isya Allah sanadnya baik)
Barangkali tidak lain
gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk
dihancurkan itu, melainkan karena patung-patung tersebut adalah lambang
kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah
supaya bersih dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada
hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad.
Hukum Memiliki Gambar
Ini yang berkaitan dengan menggambar itu
sendiri. Sedangkan memiliki gambar-gambar yang telah digambar, jika itu
di tempat yang disediakan untuk ibadah, seperti masjid, mushala, dan
lainnya, maka haram secara pasti. Dasarnya adalah apa yang
disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas bahwa Rasul saw. menolak untuk
memasuki Ka’bah sampai gambar-gambar yang ada padanya dihapus. Ini
adalah perintah yang tegas untuk meninggalkan, sehingga menjadi dalil
pengharaman.
Sedangkan memiliki gambar-gambar tersebut
di tempat yang tidak disediakan untuk beribadah, seperti rumah,
perpustakaan, sekolah, dan lainnya, di dalamnya terdapat perincian dan
penjelasan. :
- Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadap gambar tersebut, maka makruh, tidak haram.
- Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya tidak terdapat penghormatan terhadap gambar tersebut, maka boleh, tidak apa-apa.
Pemakruhan di tempat yang di dalamnya terhadap penghormatan terhadapnya adalah berdasarkan hadits Aisyah bahwa Rasul melepas tabir yang padanya terdapat gambar. Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Jibril menolak untuk memasuki rumah karena di dalamnya terdapat patung, gambar dan anjing.
Sedangkan bahwa pemakruhan ini khusus bagi gambar yang diletakkan di
tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya, dan bahwa
tidak apa-apa jika gambar tersebut diletakkan di tempat yang di dalamnya
tidak terdapat penghormatan terhadapnya, adalah karena
hadits Aisyah menyebutkan bahwa Rasul melepas tabir yang padanya
terdapat gambar ketika gambar itu ditegakkan, dan bahwa beliau bersandar
pada bantal yang padanya terdapat gambar. Juga, karena dalam hadits Abu Hurairah, Jibril berkata kepada Rasul: “perintahkanlah agar tabir tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak”.
Ini menunjukkan bahwa larangan mengarah pada meletakkan gambar di
tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya, dan tidak
mengarah pada memiliki gambar tersebut.
Sedangkan bahwa meletakkan gambar di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya adalah makruh bukan haram, adalah
disebabkan karena larangan yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut
tidak disertai qarinah yang menunjukkah penegasan, seperti ancaman
terhadap orang yang memiliki gambar, atau celaan terhadapnya, atau
semacamnya, sebagaimana yang disebutkan dalam larangan menggambar.
Larangan tersebut hanyalah berupa perintah untuk meninggalkan. Dan
terdapat hadits-hadits lain yang melarang memiliki patung dan
membolehkan memiliki gambar yang dilukis. Ini menjadi qarinah bahwa
larangan tersebut tidak tegas.
Dalam hadits Abu Thalhah milik Muslim diriwayatkan dengan lafadz: “Malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar.”
Dalam riwayat lain dari jalan yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda: “Kecuali lukisan di baju”.
Ini menunjukkan pengecualian gambar yang
dilukis di baju. Mafhumnya adalah bahwa malaikat memasuki rumah yang di
dalamnya terdapat gambar yang dilukis di baju. Jika hadits ini
digabungkan dengan hadits-hadits larangan lainnya, maka dia menjadi
qarinah bahwa perintah untuk meninggalkan di sini tidaklah tegas. Dengan
demikian, memiliki gambar di tempat yang di dalamnya terdapat
penghormatan terhadapnya adalah makruh, bukan haram.
0 komentar:
Posting Komentar